Temanggung- Setelah sempat meresahkan, persoalan penarikan sertifikat tanah di Desa Wates, Kecamatan Wonoboyo, Kabupaten Temanggung akhirnya tuntas.
Sebanyak 62 bidang tanah yang sebelumnya ditarik kembali oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) kini telah dikembalikan kepada pemilik hak.
Kasus ini bermula dari program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2023. Setelah sertifikat terbit dan dibagikan kepada warga, pada 2024 BPN menarik kembali sebagian di antaranya. Karena ada penyesuaian peta digital untuk lahan yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan perhutani
Bupati Temanggung Agus Setyawan menjelaskan, penarikan itu dilakukan atas instruksi kementerian agar seluruh daerah yang berbatasan dengan kawasan hutan menggunakan acuan peta digital kehutanan.
“Waktu itu ada r 62 warga terdampak. Bahkan ada yang lahannya sampai 1.500 meter persegi jadi nol. Namun berkat komunikasi yang baik antara Pemkab, BPN, dan Perhutani KPH Kedu Utara, juga BPKH wilayah XI Jogja, masalah ini bisa diselesaikan dengan tuntas,” ungkapnya di jalur pendakian Gunung Prau via Wates, Rabu (5/11/2025).
Agus menyebut, penyesuaian batas lahan telah dilakukan tanpa mengurangi hak warga maupun luasan tanah Perhutani.
Bahkan, kepemilikan tanah kembali ke warga sesuai asalnya dan tidak mengurangi kawasan hutan.
“Tidak ada lagi kisruh, karena dari 62 bidang, 58 sudah terbit sertifikatnya. Empat sisanya sedang proses karena pemiliknya berada di luar daerah atau masih diagunkan,” tegasnya.
Kepala BPN Temanggung Slamet Teguh menuturkan, penarikan sertifikat dilakukan setelah hasil analisis menunjukkan adanya irisan antara lahan warga dan kawasan hutan. Itu berdasarkan peta digital dari Kementerian Kehutanan.
“Setelah dilakukan pengukuran ulang bersama BPKH Wilayah XI Yogyakarta dan Bupati Temanggung, ternyata hanya sebagian kecil lahan yang benar-benar masuk kawasan hutan. Sebagian besar sertifikat tetap sah milik warga,” jelasnya.
Dari 62 bidang, 56 sertifikat diserahkan kembali kepada warga, dua masih diagunakan, dan dua lainnya menunggu konfirmasi pemilik yang berdomisili di luar daerah.
“Kami siap mempercepat penyelesaiannya begitu komunikasi dengan warga sudah terjalin,” tambah Slamet Teguh.
Administrator KPH Kedu Utara Maria Endah Ambarwati mengaku bangga dengan sinergi lintas lembaga yang terjalin. Ia berharap kolaborasi ini berlanjut, bukan hanya dalam penataan batas lahan, tetapi juga dalam upaya menjaga kelestarian hutan bersama masyarakat.
“Kami hanya pemangku kawasan, sedangkan kewenangan tata batas ada di Kementerian Kehutanan melalui BPKH. Sinergi dengan Pemkab dan BPN ini luar biasa. Semua pihak terbuka dan saling menghormati,” ujarnya.
Ketua Forum Masyarakat Wates Bersatu, Setyoko, menyampaikan, warga menerima hasil pengukuran ulang dengan lapang dada.
Dari total 62 sertifikat dengan luas sekitar 7 hektare, hanya sekitar 3.500–4.000 meter persegi yang terindikasi masuk kawasan hutan.
“Kami sudah sepakat, yang memang masuk kawasan hutan kami kembalikan. Kami tidak ingin mewariskan masalah kepada anak cucu, tapi keberkahan,” ujarnya.
Setyoko menambahkan, lahan warga sebagian besar digunakan untuk pertanian hortikultura. Kini seluruh batas telah disepakati bersama antara warga, BPN, dan Perhutani.
“Kalau proses penyelesaian berlangsung sekitar enam bulan. Itu sejak audiensi pertama pada April hingga penyerahan sertifikat pada Oktober 2025. Semua komunikasi juga mudah,” tambahnya.
sumber : radarmagelang