Fenomena Warga Tolak Stiker di Rumah Penerima Bansos
Fenomena unik terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Beberapa warga penerima bantuan sosial (bansos) dari Program Keluarga Harapan (PKH) tiba-tiba memilih mundur setelah rumah mereka akan ditempeli stiker bertuliskan “Keluarga Miskin.”
Kejadian ini ramai diperbincangkan di media sosial. Foto dan video memperlihatkan warga menolak dipasangi stiker oleh petugas Dinas Sosial. Salah satu kasus mencuat di Kabupaten Kepahiang, Bengkulu, di mana penerima bansos menolak bantuan karena tak ingin rumahnya diberi tanda “miskin.”
Gus Ipul Tegaskan Stiker Bukan Program Kemensos
Menanggapi hal itu, Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menegaskan bahwa pemasangan stiker tersebut bukan kebijakan Kementerian Sosial, melainkan inisiatif pemerintah daerah.
“Kalau soal ada beberapa KPM yang mundur ketika ditempelin stiker warga miskin, itu inisiatif daerah, bukan dari pusat,” kata Gus Ipul di Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Selain itu, menurutnya, kebijakan tersebut bertujuan agar masyarakat mengetahui siapa penerima bantuan di lingkungannya. Namun demikian, apabila ada warga yang mundur, anggaran bansos akan dialihkan kepada keluarga lain yang memenuhi kriteria.
Dua Juta Keluarga Tidak Lagi Layak Menerima Bansos
Sementara itu, Gus Ipul menjelaskan bahwa tim pendamping PKH bersama pemerintah daerah terus melakukan verifikasi dan validasi data. Dalam lima hari terakhir, lebih dari dua juta keluarga penerima manfaat ditemukan tidak lagi memenuhi syarat.
“Per hari ini itu sudah dua juta lebih yang bisa dikatakan tidak layak menerima bansos,” ungkapnya.
Karena itu, ia berterima kasih kepada pemerintah daerah yang aktif memperbarui data penerima manfaat agar program bansos lebih tepat sasaran.
Respons Publik dan Dampak Sosial
Fenomena warga yang mundur dari bansos karena stiker “Keluarga Miskin” ini menimbulkan beragam respons publik. Di satu sisi, banyak yang menilai keputusan warga mencerminkan rasa malu sekaligus keinginan untuk hidup mandiri. Namun, di sisi lain, masyarakat juga menyoroti pentingnya edukasi sosial agar penerima bantuan tidak merasa distigma oleh program pemerintah.