Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menanggapi polemik terkait pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto. Hal ini ia sampaikan seusai menghadiri rapat bersama Presiden Prabowo Subianto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (6/11/2025).
Menurut Bahlil, pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto merupakan bentuk penghargaan terhadap jasa besar mantan Presiden ke-2 dalam membangun bangsa. Ia menilai, sudah sepatutnya Indonesia menghormati tokoh-tokoh yang berjasa bagi negeri ini.
“Kita harus menghargai jasa para tokoh bangsa. Jadi pemberian gelar itu hal yang wajar. Bahkan bila perlu, semua mantan Presiden bisa dipertimbangkan untuk mendapat gelar Pahlawan Nasional,” ujar Bahlil.
Lebih lanjut, Bahlil menilai jasa Soeharto dalam memimpin Indonesia selama lebih dari tiga dekade sangat besar. Berbagai tantangan dan persoalan bangsa dapat dihadapi dengan baik pada masa kepemimpinannya.
Meski begitu, ia mengakui bahwa tidak ada pemimpin yang sempurna. Menurutnya, masyarakat perlu meneladani sisi positif dari setiap pemimpin bangsa, termasuk Soeharto.
“Kalau kita bicara manusia sempurna, kesempurnaan itu hanya milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Semua punya kelebihan dan kekurangan. Jadi, mari kita hargai jasa para pendiri dan tokoh bangsa,” kata Bahlil menambahkan.
Sebelumnya, Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, Fadli Zon, membantah adanya aspirasi penolakan terhadap wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto. Menurut Fadli, tuduhan genosida yang dikaitkan dengan Soeharto pada peristiwa 1965–1966 tidak memiliki bukti yang kuat.
“Tidak pernah ada buktinya. Pelaku genosida apa, enggak ada. Saya kira tuduhan itu tidak benar,” ujar Fadli Zon di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
RRI.co.id